Sabtu, 16 Oktober 2010

PENGEMIS BERSERAGAM

oleh : Hilman Indrawan
Pengemis merupakan "wajah" dari masalah sosial yang dikarenakan rendahnya ekonomi. tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi, tidak seimbang dengan pemenuhannya. sehingga hal ini yang menjadi salah satu faktor adanya pemecahan masalah oleh masyarakat yang tidak lagi notmatif.

            Pengemis di Indonesia, sering kita lihat di jalan-jalan raya, mereka rela berpanas-panasan hanya sekedar mengemis uang yang sedikit. rasa malu sudah tidak lagi dihiraukan, meskipun terkadang banyak orang yang mencibir dan menghinanya. dari kenyataan tersebut, penulis melihat dari ciri-cirinya, ternyata selain pengemis yang berbaju compang-camping, ada pula pengemis yang berpenampilan rapi, tegap, dan berseragam. siapakah pengemis berseragam itu ?

Bukanlah justifikasi yang salah, bila kita menjawab bahwa pengemis berseragam itu adalah oknum polantas. Dengan cirri-ciri yang sama namun berbeda cara, para oknum polantas elah menunjukan “kepengemisannya” dibalik kewibawaan seragam yang mereka gunakan. Mereka bersembunyi di belakang hokum dengan mengatasnamakan undang-undang sebagai penutup dari ‘aksinya’.
Keadilan telah buta ketika rupiah nampak pada mata yang telah buta pula. Kewajiban menegakan keadilan berubah menjadi menyemarakan kebohongan. Sangat ironis, gaji polantas yang tidak sedikit masih saja membuat mereka tidak puas. Masyarakat yang melanggar peraturan menjadi sasaran pendustaan hokum. Semakin sering mereka melakukan hal itu, semakin mereka mempertegas bahwa mereka hanyalah aparat ‘penjilat’, bukan aparat pelindung masyarakat.
Tidakka mereka berfikir tentang kemajuan bangsa ini? Jawabannya sudah jelas, bahwa dengan apa yang mereka lakukan, itu menunjukan tak ada sedikitpun mereka berfikir ke arah kemajuan.
Problematika mengenai KKN memang seolah mustahil untuk dibasmi di negeri yang masih banyak kalangan yang menganggap korupsi, kolusi dan nepotisme adalah suatu hal yang biasa. Seperti halnya yang dilakukan oleh para oknum polisi tersebut, mereka menjadi pengemis yang ‘gagah’ dengan kewenangan dan kekuasaanya. Dengan realita diatas, bisa kita simpulkan bahwa justru mereka sendiri sebagai para pengadil yang mesti diadili. Dan dengan adanya masalah tersebut, secara tidak langsung mereka telah menyebarkan ‘budaya’ KKN pada masyarakat, sehingga KKN akan benar-benar menjadi “seni budaya ” pendustaan hokum di Indonesia.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar